Rabu, 03 Agustus 2016

Laju Reaksi Kimia

Reaksi kimia menyangkut perubahan dari suatu pereaksi (reaktan) menjadi hasil reaksi atau produk, yang dinyatakan dengan persamaan reaksi :

                             Reaktan(pereaksi)      produk (hasil reaksi)

laju reaksi dapat dinyatakan sebagai berkurangnya  jumlah reaktan untuk setiap satuan waktu  atau bertambahnya jumlah hasil reaksi untuk setiap satuan waktu. Ukuran jumlah zat dalam reaksi kimia umumnya dinyatakan sebagai konsentrasi molar atau molaritas (M), dengan demikian maka laju reaksi menyatakan  berkurangnya konsentrasi pereaksi atau bertambahnya konsentrasi zat hasil reaksi setiap satu satuan waktu (detik).   Satuan laju reaksi  umumnya dinyatakan dalam satuan mol dm-3det-1  atau   mol/liter detik . Satuan mol dm-3 atau molaritas ( M ), adalah satuan konsentrasi larutan.

suatu proses sederhana dari reaksi perubahan molekul A menjadi molekul B yang dinyatakan dengan persamaan reaksi :
                  
B

Berkurangnya jumlah molekul A dan bertambahnya molekul B diikuti dengan selang waktu 10 detik. berkurangnya A dalam setiap selang waktu 10 detik mengakibatkan  bertambahnya B, dengan demikian laju reaksi dapat dinyatakan :

                   Laju reaksi =  -DA/dt atau  laju reaksi  = +DB/dt
Tanda negatif dari DA menunjukkan bahwa konsentrasi A berkurang, sedangkan DB berharga positip karena B bertambah.
Terdapat hubungan stoikiometri antara laju reaksi yang diukur terhadap berkurangnya konsentrasi pereaksi dan bertambahnya konsentrasi hasil reaksi.  Untuk reaksi  A B bila laju reaksi  dinyatakan sebagai berkurangnya A setiap satuan waktu  - D[A]/ Dt  akan sama dengan laju reaksi yang dinyatakan berdasar bertambahnya B setiap satuan waktu D[B]/ Dt  sebab setiap sebuah molekul A berkurang maka akan menghasilkan sebuah molekul B.
Untuk reaksi yang memenuhi persamaan reaksi :
                   2 C D
berarti setiap 2 molekul C yang berkurang setiap satuan waktu akan menghasilkan sebuah molekul D, dengan demikian laju reaksi yang diukur berdasarkan jumlah D yang dihasilkan akan setara dengan ½ dari laju reaksi yang diukur berdasar berkurangnya C dalam satuan waktu yang sama, atau
          laju reaksi = - ½ D[C]/ Dt  =  D[D]/Dt


Penentuan Laju Reaksi.

Berikut ini contoh penentuan laju reaksi dari reaksi antara larutan Br2 dengan asam formiat pada suhu 25oC yang ditentukan melalui konsentrasi Br2 untuk setiap satuan waktu. Konsentrasi Br2 ditentukan melalui spektrofootometer berdasarkan perubahan warna Br2 yang tersisa. Reaksi yang terjadi adalah :

               HCOOH  (l)  +  Br2(aq)     ¾¾®  2 Br  (aq)  +  2 H+(aq) + CO2(g)

Contoh Data yang diperoleh adalah sebagai berikut :
          Hasil Pengukuran Laju Reaksi Bromin dengan asam formiat pada 25oC

Waktu
(detik)
Konsentrasi Br2
(M)
v
(M/detik)
k =v/M (detik-1)
0,0
0,0120
4,2 x 10-5
3,50 x 10-3
50,0
0,0101
3,52 x 10-5
3,49 x 10-3
100,0
0,00846
2,96 x 10-5
3,50 x 10-3
150,0
0,00710
2,49 x 10-5
3,51 x 10-3
200,0
0,00596
2,09 x 10-5
3,51 x 10-3
250,0
0,00500
1,75 x 10-5
3,50 x 10-3
300,0
0,00420
1,48 x 10-5
3,52 x 10-3
350,0
0,00353
1,23 x 10-5
3,48 x 10-3
400,0
0,00296
1,04 x 10-5
3,51 x 10-3




Dengan mengikuti perubahan konsentrasi Br2 dari waktu ke waktu dapat ditentukan laju reaksi rata-rata dalam selang waktu tertentu dengan perhitungan :
                   Laju rata-rata =d[Br2]/dt
                                      =-[Br2]t1-[Br2]t2 : (t2-t1)
Namun ada perbedaan laju reaksi rata-rata yang dihitung dalam selang waktu yang berbeda. Pendekatan ini tidak akurat sehingga diperlukan cara perhitungan laju reaksi yang berlaku dalam setiap saat, yang dikenal dengan laju reaksi sesaat.

Laju reaksi sesaat dapat ditentukan melalui cara grafik, dimana laju reaksi sesaat sebenarnya merupakan gradien dari kurva antara waktu dengan perubahan konsentrasi pada selang waktu tertentu. Oleh karena  itu terdapat suatu bilangan tetap yang merupakan angka faktor perkalian  terhadap konsnetrasi yang disebut sebagai tetapan laju reaksi (k). Dengan demikian maka laju reaksi sesaat secara umum dapat dinyatakan sebagai ,
                   laju reaksi » k [Br2]

Hukum Laju Reaksi

Dari percobaan penentuan laju reaksi  menunjukkan bahwa laju reaksi akan menurun dengan bertambahnya waktu, ini berarti ada hubungan antara konsentrasi zat yang tersisa saat itu dengan laju reaksi.  Pada percobaan - percobaan menunjukkan bahwa umumnya laju reaksi tergantung pada konsentrasi awal dari zat-zat pereaksi, pernytaan ini dikenal dengan Hukum Laju Reaksi atau Persamaan laju reaksi.
Secara umum untuk reaksi  :    p A      +    q B     ¾¾®  r  C
                                          
                        V =  k [ A][B]n
dimana,            v = laju reaksi  ( mol dm-3 det-1 )
                             k = tetapan laju reaksi
                             m = tingkat reaksi (orde reaksi) terhadap A
                             n  = tingkat reaksi (orde reaksi) terhadap B
                             [A] = konsentrasi awal A ( mol dm-3)
                             [B] = konsentrasi awal B  (mol dm-3)

Tingkat reaksi total adalah jumlah total dari tingkat reaksi semua pereaksi, tingkat reaksi nol (0) berarti laju reaksi tersebut tidak teropengaruh oleh konsentrasi pereaksi, tetapi hanya tergantung pada harga tetapan laju reaksi (k). Harga k  tergantung pada suhu, jika suhunya tetap harga k juga tetap.

Persamaan laju reaksi tidak dapat diturunkan dari persamaan reaksi , tetapi melalui percobaan. Hasil percobaan tabel 12.1. menunjukkan hasil percobaan penentuan laju reaksi antara gas hidrogen dengan nitrogen monoksida yang dilakukan pada suhu 800o C, dengan persamaan reaksi :
              2H2(g)   +   2 NO(g)    ¾¾®  2 H2O(g)  +  N2(g)

Percobaan
ke-
[ NO ] awal
(mol dm-3)
[ H2] awal
(mol dm-3 )
Laju awal pembentukan N2
(mol dm-3 det-1 )
1
0,006
0,001
0,0030
2
0,006
0,002
0,0060
3
0,006
0,003
0,0090
4
0,001
0,006
0,0005
5
0,002
0,006
0,0020
6
0,003
0,006
0,0045

Tabel.2.Hasil Percobaan Penentuan Persamaan Laju reaksi antara gas NO dan gas H2 pada 800oC.

Percobaan 1 , 2 dan 3, menunjukkan konsentrasi NO dibuat tetap (sebagai variabel kontrol) untuk mengetahui pengaruh konsentrasi gas H2 terhadap laju reaksi (sebagai variabel manipulasi), dan sebaliknya percobaan 4, 5, dan 6 yang menjadi variabel kontrolnya adalah konsentrasi gas H2 dan sebagai variabel manipulasinya konsentrasi gas NO.

Dengan membandingkan percobaan  4 dan 5, terlihat bahwa jika konsentrasi NO didua-kalikan laju reaksi menjadi 4 kali lebih cepat, dan dari percobaan 4 dan 6 jika konsentrasi NO ditiga-kalikan laju reaksinya menjadi 9 kali lebih cepat, maka
             
                                 v    @  k [NO]2


Dari percobaan 1 dan 2 didapat bila konsentrasi gas H2 didua-kalikan laju reaksinya menjadi dua kali lebih cepat, dan jika konsentrasi gash H2 ditiga-kalikan laju reaksinya mnenjadi tiga kali dari laju semula, maka

                       v    @  k  [H2]

Dengan demikian persamaan laju reaksinya,

                       v  =  k [NO]2 [H2]              

Harga k pada percobaan tersebut dapat dicari dengan menggunakan persamaan diatas, misalnya diambil data dari percobaan 2,

                       v = k [NO]2 [H2]

0,0060 mol dm-3 det-1  = k ( 0,006 mol dm-3 )2 (0,002 mol dm-3)
                                                   0,0060 mol dm-3 det-1
                             k  =
                                      (0,006 mol dm-3 )2  ( 0,002 mol dm-3)
                                 =  8,33 x 104 mol-2 dm6 det-1

Satuan harga k dapat berubah tergantung pada tingkat (orde) reaksi totalnya. Bila dibuat kurva antara laju reaksi terhadap konsentrasi maka didapat tipe grafik seperti pada gambar 2.1.  Dari kurva tersebut terlih bahwa pada reaksi berorde nol, maka konsentrasi pereaksi tersebut tidak berpengaruh terhadap lajunya reaksi.



Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Laju Reaksi

1.   Teori Tumbukan

Suatu zat dapat bereaksi dengan zat lain apabila partikel-partikelnya saling bertumbukan. Tumbukan yang terjadi tersebut akan menghasilkan energi untuk memulai terjadinya reaksi. Terjadinya tumbukan antar partikel disebabkan oleh karena partikel-partikel  (molekul-molekul) zat selalu bergerak dengan arah yang tidak teratur. Tumbukan antara partikel-partikel yang bereaksi tidak selalu menghasilkan energi, hanya tumbukan yang menghasilkan energi yang cukup yang dapat menghasilkan reaksi. 

Model tumbukan antar partikel dapat digambarkan sebagai bola yang akan menggelinding  dari lekukan suatu bukit ke lereng bukit, diperlukan energi supaya bola menggelinding mencapai puncak lekukan ( keadaan transisi), setelah mencapai keadaan transisipun masih diperlukan energi agar bisa terlepas dari puncak lekukan tersebut agar bisa menggelinding ke lereng gunung jika energi tidak cukup maka bola tersebut akan menggelinding kembali ke lekukan itu. (Gb. 2.4)

Dalam reaksi kimia Energi Pengaktifan (Energi Aktivasi) merupakan energi minimum agar suatu reaksi dapat berlangsung.  Tumbukan yang menghasilkan energi yang cukup untuk menghasilkan reaksi disebut dengan tumbukan efektif.  Dengan menggunakan teori tumbukan ini dapat dijelaskan bagaimana faktor – faktor yang dapat mempercepat laju reaksi

2.   Konsentrasi

Secara umum konsentrasi pereaksi akan mempengaruhi laju reaksi, pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi untuk adalah khas untuk setiap reaksi. Pada reaksi orde-0 (nol) perubahan konsentrasi pereaksi tidak berpengaruh terhadap laju reaksi.

Reaksi orde-1 (satu) setiap kenaikan konsentrasi dua kali akan mempercepat laju reaksi menjadi dua kali lebih cepat, sedangkan untuk reaksi orde-2  bila konsentrasi dinaikan menjadi dua kali laju reaksi menjadi empat kali lebih cepat.

Pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi ini dapat dijelaskan dengan model teori tumbukan.  Makin tinggi konsentrasi berarti makin banyak molekul-molekul dalam setiap satuan luas ruangan, dengan demikian tumbukan antar molekul makin sering terjadi, semakin banyak tumbukan yang terjadi berarti kemungkinan untuk menghasilkan tumbukan efektif semakin besar, dan reaksi berlangsung lebih cepat.


3.   Luas Permukaan Sentuhan

Untuk reaksi heterogen (fasenya tidak sama), misalnya logam seng dengan larutan asam klorida, laju reaksi selain dipengarhui oleh konsentrasi asam klorida  juga dipengaruhi oleh kondisi logam seng.   Dalam jumlah (massa) yang sama butiran logam seng akan bereaksi lebih lambat habis  daripada serbuk seng.  

Reaksi terjadi antara molekul - molekul asam klorida dalam larutan dengan atom-atom seng yang bersentuhan langsung dengan asam klorida. Pada butiran seng atom - atom  seng yang bersentuhan langsung dengan asam klorida lebih sedikit daripada pada serbuk seng, sebab atom-atom seng yang bersetuhan hanya atom seng yang ada dipermukaan butiran, tetapi bila butiran seng tersebut dipecah menjadi butiran - butiran yang lebih kecil, atau menjadi serbuk, maka atom-atom seng yang semula didalam akan  berada dipermukaan dan terdapat lebih banyak atom seng yang secara bersamaan bereaksi dengan larutan asam klorida.  Dengan menggunakan teori tumbukan dapat dijelaskan bahwa semakin luas permukaan zat padat semakin banyak tempat terjadinya tumbukan antar partikel zat yang bereaksi.


4.   Suhu  dan Laju Reaksi

Harga tetapan laju reaksi (k) akan berubah bila suhunya berubah, kenaikan sekitar 10oC akan menyebabkan harga tetapan laju reaksi menjadi dua atau tiga kali. Dengan naiknya harga tetapan laju reaksi (k), maka reaksi akan menjadi lebih cepat. Jadi dengan naiknya suhu akan mengakibatkan laju reaksi akan berlangsung makin cepat.

Hal tersebut dapat dijelaskan dengan menggunakan teori tumbukan, yaitu bila terjadi kenaikan suhu maka molekul - molekul yang bereaksi akan bergerak lebih cepat, sehingga energi kinetiknya tinggi.  Karena energi kinetiknya tinggi maka energi yang dihasilkan pada tumbukan antar molekul akan menghasilkan energi yang besar dan cukup untuk berlangsungnya reaksi. Dengan demikian semakin tinggi suhu berarti akan kemungkinan terjadinya tumbukan yang menghasilkan energi juga semakin banyak, dan berakibat reaksi berlangsung lebih cepat.
Bila pada setiap kenaikan DtoC suatu reaksi berlangsung n kali lebih cepat maka laju reaksi pada t2 (V2) bila dibandingkan laju reaksi pada t1 (V1) dapat dirumuskan : 


Contoh :
Laju suatu reaksi menjadi dua kali lebih cepat pada setiap kenaikan suhu 10oC. Bila pada suhu 20oC reaksi berlangsung dengan laju reaksi 2 x 10-3 mol/L detik, maka berapa laju reaksi yang terjadi pada suhu 50oC.
Jawab :
         
          V50  = 2 x 10-3 (2)3
                =  1,6 x 10-2 mol/L.det.


5.   Katalisator

Beberapa reaksi kimia yang berlangsung lambat dapat dipercepat dengan menambahkan suatu zat ke dalamnya, tetapi zat tersebut pada waktu reaksi selesai ternyata tidak berubah, misalnya pada peruraian kalium klorat untuk menghasilkan gas oksigen dengan persamaan reaksi :
                   2 KClO3(s)  2 KCl(s) + 3 O2(g)
berlangsung pada suhu tinggi dan berjalan lambat, tetapi dengan penambahan kristal MnO2 ke dalamnya ternyata reaksi akan dapat berlangsung dengan lebih cepat pada suhu yang lebih rendah. Setelah semua KClO3 terurai ternyata MnO2 masih tetap ada (tidak berubah).  Dalam reaksi tersebut MnO2 disebut sebagai katalisator.
Katalisator adalah suatu zat yang dapat mempercepat laju reaksi, tanpa dirinya mengalami perubahan yang kekal. Suatu katalisator mungkin dapat terlibat dalam proses reaksi atau mengalami perubahan selama reaksi berlangsung, tetapi setelah reaksi itu selesai maka katalistor akan diperoleh kembali dalam jumlah yang sama.
Katalisator mempercepat reaksi dengan cara mengubah jalannya reaksi, dimana jalur reaksi yang ditempu tersebut mempunyai energi aktivasi yang lebih rendah daripada jalur reaksi yang biasanya ditempuh, jadi dapat dikatakan bahwa katalisator berperan di dalam menurunkan energi aktivasi.  
ada dua cara yang dilakukan katalisator  dalam mempercepat reaksi yaitu dengan membentuk senyawa antara  dan yang kedua dengan cara adsorbsi.

a.   Pembentukan Senyawa Antara
Umumnya reaksi berjalan lambat bila energi pengaktifan suatu reaksi terlalu tinggi, agar reaksi dapat berlangsung lebih cepat maka dapat dilakukan dengan cara menurunkan energi pengaktifan. Untuk menurunkan energi pengaktifan dapat dilakukan dengan mencari senyawa antara (keadaan tranmsisi)  lain yang energinya lebih rendah. Fungsi katalis disini mengubah jalannya reaksi sehingga didapat senyawa antara           ( keadaan transisi) yang energinya realtif lebih rendah  tersebut. Katalisator homogen ( katalisator yang mempunyai fase yang sama dengan zat pereaksi yang dikatalis) bekerja dengan cara ini.
Misalnya reaksi    :        A  +  B  ¾¾®  C, berlangsung melalui tahapan
tahap I     :        A  +  B    ¾¾®  AB*   ( AB*  senyawa antara)
tahap II    :          AB*       ¾¾®  C
Bila  kedalam reaksi tersebut ditambahkan katalisator  (K)  maka, tahapan reaksi berlangsung sebagai berikut,
tahap I :      A  +  K   ¾®  AK*  (AK*  senyawa antara yang dibuat katalisator)
tahap II :      AK*  +  B  ¾¾®  C  +  K
Pada kedua tahap tersebut terlihat bahwa pada akhir reaksi K diperoleh kembali dan mengkatalisator molekul-molekul A dan B yang lain. Penggambaran energi  menunjukkan bahwa dengan adanya jaan reaksi yang berbeda akan  memerlukan energi pengaktifan yang rendah. (Gb. 2.5) . Contoh katalis homogen adalah larutan Fe3+  untuk mengkatalis peruraian H2O2 menjadi H2 O dan gas oksigen.


b.   Adsorbsi
Proses katalisasi dengan cara adsorbsi umumnya dilakukan oleh katalisator heterogen, yaitu katalisator yang fasenya tidak sama dengan fase zat yang dikatalisis).  Pada proses adsobsi, molekul-molekul pereaksi akan teradsorbsi pada permukaan katalisator, dengan terserapnya pereaksi di permukaan katalistor mengakibatkan zat-zat pereaksi terkonsentrasi di permukaan katalisator dan ini akan mempercepat reaksi.  Kemungkinan yang lain adalah , karena pereaksi-pereaksi teradsorbsi di permukaan katalisator akan dapat menimbulkan gaya tarik antar molekul yang bereaksi, dan ini menyebabkan molekul-molekul tersebut menjadi reaktif.  Agar katalisator tersebut berlangsung efektif, katalistor tidak  mengadsorbsi zat hasil reaksi, dan dengan demikian permukaan logam akan segera ditempati oleh molekul baru. Bila zat pereaksi atau pengotor teradsorbsi dengan kuat oleh katalisator menyebabkan permukaan katalis menjadi tidak aktif, dalam keadaan ini katalisator dikatakan telah teracuni, dan ini akan menghambat reaksi.

Contoh katalis adsorbsi adalah Nikel pada pembuatan margarin, untuk mengkatalisis reaksi antara gas hidrogen dengan lemak  atau minyak menjadi margarin.  Pada industri asam sulfat digunakan katalisator V2O5 untuk mempercepat reaksi antara gas SO2 dan O2  menjadi SO3.

 Sumber : sumberbelajar.belajar.kemendikbud.go.id