Reaksi kimia menyangkut perubahan dari
suatu pereaksi (reaktan) menjadi hasil reaksi atau produk, yang dinyatakan
dengan persamaan reaksi :
Reaktan(pereaksi) →
produk (hasil reaksi)
laju reaksi dapat dinyatakan sebagai berkurangnya
jumlah reaktan untuk setiap satuan waktu atau bertambahnya
jumlah hasil reaksi untuk setiap satuan waktu. Ukuran jumlah zat dalam
reaksi kimia umumnya dinyatakan sebagai konsentrasi molar atau molaritas (M), dengan demikian maka laju reaksi menyatakan berkurangnya konsentrasi pereaksi atau
bertambahnya konsentrasi zat hasil reaksi setiap satu satuan waktu (detik). Satuan
laju reaksi umumnya dinyatakan dalam
satuan mol dm-3det-1 atau mol/liter
detik . Satuan mol dm-3 atau molaritas ( M ), adalah satuan
konsentrasi larutan.
suatu proses sederhana dari reaksi
perubahan molekul A menjadi molekul B yang dinyatakan dengan persamaan reaksi :
A → B
Berkurangnya jumlah molekul A dan
bertambahnya molekul B diikuti dengan selang waktu 10 detik. berkurangnya A
dalam setiap selang waktu 10 detik mengakibatkan bertambahnya B, dengan demikian laju reaksi
dapat dinyatakan :
Tanda negatif dari DA menunjukkan
bahwa konsentrasi A berkurang, sedangkan DB berharga positip karena B
bertambah.
Terdapat hubungan stoikiometri antara
laju reaksi yang diukur terhadap berkurangnya konsentrasi pereaksi dan
bertambahnya konsentrasi hasil reaksi.
Untuk reaksi A → B bila laju
reaksi dinyatakan sebagai berkurangnya A
setiap satuan waktu - D[A]/ Dt akan sama dengan laju reaksi yang dinyatakan
berdasar bertambahnya B setiap satuan waktu D[B]/ Dt sebab setiap sebuah molekul A berkurang maka akan
menghasilkan sebuah molekul B.
Untuk reaksi yang memenuhi persamaan
reaksi :
2
C → D
berarti setiap 2 molekul C yang
berkurang setiap satuan waktu akan menghasilkan sebuah molekul D, dengan
demikian laju reaksi yang diukur berdasarkan jumlah D yang dihasilkan akan
setara dengan ½ dari laju reaksi yang diukur berdasar berkurangnya C dalam
satuan waktu yang sama, atau
laju
reaksi = - ½ D[C]/ Dt = D[D]/Dt
Penentuan Laju Reaksi.
Berikut ini contoh penentuan laju
reaksi dari reaksi antara larutan Br2 dengan asam formiat pada suhu
25oC yang ditentukan melalui konsentrasi Br2 untuk setiap
satuan waktu. Konsentrasi Br2 ditentukan melalui spektrofootometer
berdasarkan perubahan warna Br2 yang tersisa. Reaksi yang terjadi
adalah :
HCOOH (l)
+ Br2(aq) ¾¾® 2 Br– (aq)
+ 2 H+(aq) + CO2(g)
Contoh Data yang diperoleh adalah
sebagai berikut :
Hasil
Pengukuran Laju Reaksi Bromin dengan asam formiat pada 25oC
Waktu
(detik)
|
Konsentrasi
Br2
(M)
|
v
(M/detik)
|
|
0,0
|
0,0120
|
4,2 x 10-5
|
3,50 x 10-3
|
50,0
|
0,0101
|
3,52 x 10-5
|
3,49 x 10-3
|
100,0
|
0,00846
|
2,96 x 10-5
|
3,50 x 10-3
|
150,0
|
0,00710
|
2,49 x 10-5
|
3,51 x 10-3
|
200,0
|
0,00596
|
2,09 x 10-5
|
3,51 x 10-3
|
250,0
|
0,00500
|
1,75 x 10-5
|
3,50 x 10-3
|
300,0
|
0,00420
|
1,48 x 10-5
|
3,52 x 10-3
|
350,0
|
0,00353
|
1,23 x 10-5
|
3,48 x 10-3
|
400,0
|
0,00296
|
1,04 x 10-5
|
3,51 x 10-3
|
Dengan mengikuti perubahan konsentrasi
Br2 dari waktu ke waktu dapat ditentukan laju reaksi rata-rata dalam
selang waktu tertentu dengan perhitungan :
Laju
rata-rata =d[Br2]/dt
=-[Br2]t1-[Br2]t2 : (t2-t1)
Namun ada perbedaan laju reaksi rata-rata yang dihitung dalam selang waktu yang berbeda. Pendekatan ini tidak akurat sehingga diperlukan cara perhitungan laju reaksi yang berlaku dalam setiap saat, yang dikenal dengan laju reaksi sesaat.
Namun ada perbedaan laju reaksi rata-rata yang dihitung dalam selang waktu yang berbeda. Pendekatan ini tidak akurat sehingga diperlukan cara perhitungan laju reaksi yang berlaku dalam setiap saat, yang dikenal dengan laju reaksi sesaat.
Laju reaksi sesaat dapat ditentukan
melalui cara grafik, dimana laju reaksi sesaat sebenarnya merupakan gradien
dari kurva antara waktu dengan perubahan konsentrasi pada selang waktu
tertentu. Oleh karena itu terdapat suatu
bilangan tetap yang merupakan angka faktor perkalian terhadap konsnetrasi yang disebut sebagai tetapan laju reaksi (k). Dengan demikian
maka laju reaksi sesaat secara umum dapat dinyatakan sebagai ,
laju
reaksi »
k [Br2]
Hukum Laju Reaksi
Dari percobaan penentuan laju
reaksi menunjukkan bahwa laju reaksi
akan menurun dengan bertambahnya waktu, ini berarti ada hubungan antara
konsentrasi zat yang tersisa saat itu dengan laju reaksi. Pada percobaan - percobaan menunjukkan bahwa umumnya laju reaksi tergantung pada
konsentrasi awal dari zat-zat pereaksi, pernytaan ini dikenal dengan Hukum
Laju Reaksi atau Persamaan laju reaksi.
Secara umum untuk reaksi : p
A
+ q B ¾¾® r C
V = k
[ A]m [B]n
dimana, v = laju reaksi ( mol dm-3 det-1 )
k
= tetapan laju reaksi
m
= tingkat reaksi (orde reaksi) terhadap A
n = tingkat reaksi (orde reaksi) terhadap B
[A]
= konsentrasi awal A ( mol dm-3)
[B]
= konsentrasi awal B (mol dm-3)
Tingkat reaksi total adalah jumlah
total dari tingkat reaksi semua pereaksi, tingkat reaksi nol (0) berarti laju
reaksi tersebut tidak teropengaruh oleh konsentrasi pereaksi, tetapi hanya
tergantung pada harga tetapan laju reaksi (k). Harga k tergantung pada suhu, jika suhunya tetap
harga k juga tetap.
Persamaan laju reaksi tidak dapat
diturunkan dari persamaan reaksi , tetapi melalui percobaan. Hasil percobaan
tabel 12.1. menunjukkan hasil percobaan penentuan laju reaksi antara gas
hidrogen dengan nitrogen monoksida yang dilakukan pada suhu 800o C,
dengan persamaan reaksi :
2H2(g) + 2
NO(g) ¾¾® 2 H2O(g) + N2(g)
Percobaan
ke-
|
[ NO ] awal
(mol dm-3)
|
[ H2]
awal
(mol dm-3
)
|
Laju awal
pembentukan N2
(mol dm-3
det-1 )
|
1
|
0,006
|
0,001
|
0,0030
|
2
|
0,006
|
0,002
|
0,0060
|
3
|
0,006
|
0,003
|
0,0090
|
4
|
0,001
|
0,006
|
0,0005
|
5
|
0,002
|
0,006
|
0,0020
|
6
|
0,003
|
0,006
|
0,0045
|
Tabel.2.Hasil
Percobaan Penentuan Persamaan Laju reaksi antara gas NO dan gas H2
pada 800oC.
Percobaan 1 , 2 dan 3, menunjukkan
konsentrasi NO dibuat tetap (sebagai variabel kontrol) untuk mengetahui
pengaruh konsentrasi gas H2 terhadap laju reaksi (sebagai variabel
manipulasi), dan sebaliknya percobaan 4, 5, dan 6 yang menjadi variabel
kontrolnya adalah konsentrasi gas H2 dan sebagai variabel
manipulasinya konsentrasi gas NO.
Dengan membandingkan percobaan 4 dan 5, terlihat bahwa jika konsentrasi NO
didua-kalikan laju reaksi menjadi 4 kali lebih cepat, dan dari percobaan 4 dan
6 jika konsentrasi NO ditiga-kalikan laju reaksinya menjadi 9 kali lebih cepat,
maka
v @ k [NO]2
Dari percobaan 1 dan 2 didapat bila
konsentrasi gas H2 didua-kalikan laju reaksinya menjadi dua kali
lebih cepat, dan jika konsentrasi gash H2 ditiga-kalikan laju
reaksinya mnenjadi tiga kali dari laju semula, maka
v @ k [H2]
Dengan demikian persamaan laju
reaksinya,
v = k
[NO]2 [H2]
Harga k pada percobaan tersebut dapat
dicari dengan menggunakan persamaan diatas, misalnya diambil data dari
percobaan 2,
v = k [NO]2 [H2]
0,0060 mol dm-3
det-1 = k ( 0,006 mol dm-3
)2 (0,002 mol dm-3)
0,0060 mol dm-3
det-1
k =
(0,006 mol
dm-3 )2 ( 0,002
mol dm-3)
=
8,33 x 104 mol-2 dm6 det-1
Satuan harga k dapat berubah
tergantung pada tingkat (orde) reaksi totalnya. Bila dibuat kurva antara laju
reaksi terhadap konsentrasi maka didapat tipe grafik seperti pada gambar 2.1. Dari kurva tersebut terlih bahwa pada reaksi
berorde nol, maka konsentrasi pereaksi tersebut tidak berpengaruh terhadap
lajunya reaksi.
Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Laju Reaksi
1.
Teori Tumbukan
Suatu zat dapat bereaksi dengan zat
lain apabila partikel-partikelnya saling bertumbukan. Tumbukan yang terjadi
tersebut akan menghasilkan energi untuk memulai terjadinya reaksi. Terjadinya
tumbukan antar partikel disebabkan oleh karena partikel-partikel (molekul-molekul) zat selalu bergerak dengan
arah yang tidak teratur. Tumbukan antara partikel-partikel yang bereaksi tidak
selalu menghasilkan energi, hanya tumbukan yang menghasilkan energi yang cukup
yang dapat menghasilkan reaksi.
Model tumbukan antar partikel dapat
digambarkan sebagai bola yang akan menggelinding dari lekukan suatu bukit ke lereng bukit,
diperlukan energi supaya bola menggelinding mencapai puncak lekukan ( keadaan
transisi), setelah mencapai keadaan transisipun masih diperlukan energi agar
bisa terlepas dari puncak lekukan tersebut agar bisa menggelinding ke lereng
gunung jika energi tidak cukup maka bola tersebut akan menggelinding kembali ke
lekukan itu. (Gb. 2.4)
Dalam
reaksi kimia Energi Pengaktifan (Energi Aktivasi) merupakan energi minimum agar
suatu reaksi dapat berlangsung.
Tumbukan yang menghasilkan energi yang cukup untuk menghasilkan reaksi
disebut dengan tumbukan efektif. Dengan
menggunakan teori tumbukan ini dapat dijelaskan bagaimana faktor – faktor yang
dapat mempercepat laju reaksi
2.
Konsentrasi
Secara umum konsentrasi pereaksi akan
mempengaruhi laju reaksi, pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi untuk
adalah khas untuk setiap reaksi. Pada reaksi orde-0 (nol) perubahan konsentrasi
pereaksi tidak berpengaruh terhadap laju reaksi.
Reaksi orde-1 (satu) setiap kenaikan
konsentrasi dua kali akan mempercepat laju reaksi menjadi dua kali lebih cepat,
sedangkan untuk reaksi orde-2 bila
konsentrasi dinaikan menjadi dua kali laju reaksi menjadi empat kali lebih
cepat.
Pengaruh konsentrasi terhadap laju
reaksi ini dapat dijelaskan dengan model teori tumbukan. Makin tinggi konsentrasi berarti makin banyak
molekul-molekul dalam setiap satuan luas ruangan, dengan demikian tumbukan
antar molekul makin sering terjadi, semakin banyak tumbukan yang terjadi
berarti kemungkinan untuk menghasilkan tumbukan efektif semakin besar, dan
reaksi berlangsung lebih cepat.
3.
Luas Permukaan
Sentuhan
Untuk reaksi heterogen (fasenya tidak
sama), misalnya logam seng dengan larutan asam klorida, laju reaksi selain
dipengarhui oleh konsentrasi asam klorida
juga dipengaruhi oleh kondisi logam seng. Dalam jumlah (massa ) yang sama butiran logam seng akan
bereaksi lebih lambat habis daripada
serbuk seng.
Reaksi terjadi antara molekul -
molekul asam klorida dalam larutan dengan atom-atom seng yang bersentuhan
langsung dengan asam klorida. Pada butiran seng atom - atom seng yang bersentuhan langsung dengan asam
klorida lebih sedikit daripada pada serbuk seng, sebab atom-atom seng yang
bersetuhan hanya atom seng yang ada dipermukaan butiran, tetapi bila butiran
seng tersebut dipecah menjadi butiran - butiran yang lebih kecil, atau menjadi
serbuk, maka atom-atom seng yang semula didalam akan berada dipermukaan dan terdapat lebih banyak
atom seng yang secara bersamaan bereaksi dengan larutan asam klorida. Dengan menggunakan teori tumbukan dapat
dijelaskan bahwa semakin luas permukaan zat padat semakin banyak tempat
terjadinya tumbukan antar partikel zat yang bereaksi.
4.
Suhu dan Laju Reaksi
Harga tetapan laju reaksi (k) akan
berubah bila suhunya berubah, kenaikan sekitar 10oC akan menyebabkan
harga tetapan laju reaksi menjadi dua atau tiga kali. Dengan naiknya harga
tetapan laju reaksi (k), maka reaksi akan menjadi lebih cepat. Jadi dengan naiknya suhu akan mengakibatkan
laju reaksi akan berlangsung makin cepat.
Hal tersebut dapat dijelaskan dengan
menggunakan teori tumbukan, yaitu bila terjadi kenaikan suhu maka molekul -
molekul yang bereaksi akan bergerak lebih cepat, sehingga energi kinetiknya
tinggi. Karena energi kinetiknya tinggi
maka energi yang dihasilkan pada tumbukan antar molekul akan menghasilkan
energi yang besar dan cukup untuk berlangsungnya reaksi. Dengan demikian
semakin tinggi suhu berarti akan kemungkinan terjadinya tumbukan yang menghasilkan
energi juga semakin banyak, dan berakibat reaksi berlangsung lebih cepat.
Bila pada setiap kenaikan DtoC
suatu reaksi berlangsung n kali lebih
cepat maka laju reaksi pada t2 (V2) bila dibandingkan
laju reaksi pada t1 (V1) dapat dirumuskan :
Contoh :
Laju suatu reaksi menjadi dua kali
lebih cepat pada setiap kenaikan suhu 10oC. Bila pada suhu 20oC
reaksi berlangsung dengan laju reaksi 2 x 10-3 mol/L
detik, maka berapa laju reaksi yang terjadi pada suhu 50oC.
Jawab :
V50 = 2 x 10-3 (2)3
=
1,6 x 10-2 mol/L.det.
5.
Katalisator
Beberapa reaksi kimia yang berlangsung
lambat dapat dipercepat dengan menambahkan suatu zat ke dalamnya, tetapi zat
tersebut pada waktu reaksi selesai ternyata tidak berubah, misalnya pada
peruraian kalium klorat untuk menghasilkan gas oksigen dengan persamaan reaksi
:
2
KClO3(s) → 2 KCl(s) + 3
O2(g)
berlangsung pada suhu tinggi dan
berjalan lambat, tetapi dengan penambahan kristal MnO2 ke dalamnya
ternyata reaksi akan dapat berlangsung dengan lebih cepat pada suhu yang lebih
rendah. Setelah semua KClO3 terurai ternyata MnO2 masih
tetap ada (tidak berubah). Dalam reaksi
tersebut MnO2 disebut sebagai katalisator.
Katalisator adalah suatu zat yang
dapat mempercepat laju reaksi, tanpa dirinya mengalami perubahan yang kekal.
Suatu katalisator mungkin dapat terlibat dalam proses reaksi atau mengalami
perubahan selama reaksi berlangsung, tetapi setelah reaksi itu selesai maka
katalistor akan diperoleh kembali dalam jumlah yang sama.
Katalisator mempercepat reaksi dengan
cara mengubah jalannya reaksi, dimana jalur reaksi yang ditempu tersebut
mempunyai energi aktivasi yang lebih rendah daripada jalur reaksi yang biasanya
ditempuh, jadi dapat dikatakan bahwa katalisator
berperan di dalam menurunkan energi aktivasi.
ada dua cara yang dilakukan
katalisator dalam mempercepat reaksi
yaitu dengan membentuk senyawa antara dan yang kedua dengan cara adsorbsi.
a. Pembentukan
Senyawa Antara
Umumnya reaksi
berjalan lambat bila energi pengaktifan suatu reaksi terlalu tinggi, agar
reaksi dapat berlangsung lebih cepat maka dapat dilakukan dengan cara
menurunkan energi pengaktifan. Untuk menurunkan energi pengaktifan dapat
dilakukan dengan mencari senyawa antara (keadaan tranmsisi) lain yang energinya lebih rendah. Fungsi
katalis disini mengubah jalannya reaksi sehingga didapat senyawa antara ( keadaan transisi) yang energinya
realtif lebih rendah tersebut. Katalisator
homogen ( katalisator yang mempunyai fase yang sama dengan zat pereaksi
yang dikatalis) bekerja dengan cara ini.
Misalnya
reaksi : A + B ¾¾® C, berlangsung melalui tahapan
tahap I : A + B
¾¾® AB * ( AB*
senyawa antara)
tahap II :
AB* ¾¾® C
Bila kedalam reaksi tersebut ditambahkan
katalisator (K) maka, tahapan reaksi berlangsung sebagai
berikut,
tahap I : A
+ K ¾® AK * (AK*
senyawa antara yang dibuat katalisator)
tahap II
: AK* +
B ¾¾® C
+ K
Pada kedua
tahap tersebut terlihat bahwa pada akhir reaksi K diperoleh kembali dan
mengkatalisator molekul-molekul A dan B yang lain. Penggambaran energi menunjukkan bahwa dengan adanya jaan reaksi
yang berbeda akan memerlukan energi
pengaktifan yang rendah. (Gb. 2.5) . Contoh katalis homogen adalah larutan Fe3+
untuk mengkatalis peruraian H2O2
menjadi H2 O dan gas oksigen.
b. Adsorbsi
Proses
katalisasi dengan cara adsorbsi umumnya dilakukan oleh katalisator heterogen,
yaitu katalisator yang fasenya tidak sama dengan fase zat yang
dikatalisis). Pada proses adsobsi, molekul-molekul
pereaksi akan teradsorbsi pada permukaan katalisator, dengan terserapnya
pereaksi di permukaan katalistor mengakibatkan zat-zat pereaksi terkonsentrasi
di permukaan katalisator dan ini akan mempercepat reaksi. Kemungkinan yang lain adalah , karena
pereaksi-pereaksi teradsorbsi di permukaan katalisator akan dapat menimbulkan gaya tarik antar molekul
yang bereaksi, dan ini menyebabkan molekul-molekul tersebut menjadi
reaktif. Agar katalisator tersebut
berlangsung efektif, katalistor tidak mengadsorbsi
zat hasil reaksi, dan dengan demikian permukaan logam akan segera ditempati
oleh molekul baru. Bila zat pereaksi atau pengotor teradsorbsi dengan kuat oleh
katalisator menyebabkan permukaan katalis menjadi tidak aktif, dalam keadaan
ini katalisator dikatakan telah teracuni, dan ini akan menghambat reaksi.
Contoh katalis
adsorbsi adalah Nikel pada pembuatan margarin, untuk mengkatalisis reaksi
antara gas hidrogen dengan lemak atau
minyak menjadi margarin. Pada industri
asam sulfat digunakan katalisator V2O5 untuk mempercepat
reaksi antara gas SO2 dan O2 menjadi SO3.
Sumber : sumberbelajar.belajar.kemendikbud.go.id